Petani Cengkeh Sulut Menjerit, Rindukan Era Keemasan

Headline424 Dilihat

MANADO, SULUTBICARA.com – Memasuki musim panen, beberapa petani cengkeh di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) mengeluhkan harga jual yang anjlok. Bobby salah satu petani di kecamatan Lembean Timur, Kabupaten Minahasa mengatakan harga jual cengkeh kering hanya dikisaran Rp55-60 ribu perkilo.

“Cuma kasiang, itu harga sekarang memang ta ojo. Sementara kalau hitung-hitung biaya yang dikeluarkan rugi. Biaya perawatan mulai dari kase bersih minimal 3 kali satu tahun, ambe itu ulat di pohon, biaya pemetik dorang minta 4 ribu nda kase makan, baru mo kase pisah deng batang, biaya angkut, jemur,” keluhnya.

Lebih miris lagi berdasarkan pengakuan dari beberapa petani yang ada di Tondano Pante, sebagian besar perkebunan cengkeh telah dikuasai oleh pemilik modal, bukan lagi petani setempat. “Kalau kobong cengkeh disini, so sebagian besar so dibeli pengusaha, jadi orang-orang sini kurang jadi buruh pemetik, karena so puluhan tahun harga nda stabil dan banyak so beralih batanam vanili,” ujar Anto petani asal Rerer Kombi.

Para petani berharap, masa keemasan dan kejayaan cengkeh yang dijuluki mas coklat yaitu diera 1980-an bisa kembali. “Kalu ditahun 80-an, rakyat disini memang kaya raya, apa tu mo suka beli dorang beli, bawa 1 karung cengkeh pulang so bawa motor baru, beli kulkas for simpan akang baju karena belum ada listrik, bir cuma for cuci tangan, malahan ada yang pigi ba uni langsung piala dunia di eropa,” kenang para petani.

Sementara itu, Tokoh Pemuda Sulut, Donny Rumagit mengenang perjuangannya ketika menjabat Ketua BEM Unsrat pada tahun 2003 silam.

“Kami mengorganisir para petani cengkeh demo di kantor Deprov Sulut bersama Forum Solidaritas Petani Cengke dan masuk dalam delegasi Manguni berjuang di DPR RI bersama Brigade Manguni, KNPI Sulut, Pemuda Lintas Agama dan BEM Unsrat yang diterima langsung Wakil ketua DPR RI pak Muhaimin Iskandar,” ungkap Rumagit, Rabu (29/07/2020).

Menurutnya, tuntutan kala itu, Pemerintah harus menetapkan harga dasar cengke,jadi kalau sekarang minimal 90 ribu supaya petani bisa sejahtera, jadi kalau harga sekarang berarti pemerintah harus menyediakan dana talangan.

“Saya juga curiga dibalik anjloknya harga cengkeh ini karena ada mafia, kartel kumpulan para pengusaha besar dan penguasa yang mengatur harga seperti yang dilakukan di tahun 1992 oleh Badan Penyangga dan pemasaran Cengkeh,” ceritanya.

Dia pu mengusulkan petani cengkeh Sulut harus bersatu dan bergerak bersama melawan “penindasan” para kapitalis yang memonopoli dan mengatur harga cengkeh karena pemerintah saat ini sulit lagi diharapkan.

“Hanya Satu Kata Lawan atau Tunduk Tertindas. I Jajat U Santi,” tegasnya.

(sbc/wmt)

Komentar