MANADO – Perbuatan Dekan Fakultas Hukum Unsrat, Emma Senewe yang tidak adil dalam pemberian komponen remunerasi terhadap dosen dinilai sebagai abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan.
Sebagai informasi tambahan, abuse of power adalah tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan seorang pejabat untuk kepentingan tertentu, baik untuk kepentingan diri sendiri, orang lain atau korporasi. Kalau tindakan itu dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, maka tindakan tersebut dapat dianggap sebagai tindakan korupsi.

“Tidak hanya arogan, tapi itu sudah bisa dikualifikasikan abuse of power. Mengatur Fakultas Hukum Unsrat sesuai dengan selera pribadinya, tidak berbasis aturan hukum,” ujar sejumlah dosen Fakultas Hukum Unsrat yang meminta nama mereka tidak diberitakan, Jumat (28/07/2023).
Menurut mereka perwujudan tindakan penyalahgunaan wewenang jabatan tersebut sebagian besar berdampak pada terjadinya Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN).

“Kalau Dekan minimal so dapat 50 poin kurangi 12 SKS wajib setiap dosen dikali Rp.3,5 Juta. Dekan minimal menerima Rp.120 Juta. Luar biasa kan?,” ujar mereka.
“Penyalahgunaan jabatan atau kekuasaan ini merupakan sebagai salah satu unsur penting dari tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 junto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tambah mereka.
Sedangkan dari informasi yang didapat media ini, terdapat beberapa Fakultas yang dinilai menerapkan benar-benar menjalankan tujuan dari remunerasi. “Fakultas Pertanian, FKM dan Fakultas Kedokteran memperhatikan seluruh kesejahteraan para dosen. Dekan mereka tidak melakukan tindakan like and dislike,” kata mereka.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Unsrat yang dikonfirmasi di nomor 08122004**** terkesan apatisme dengan mengikuti tindakan suaminya (Wakil Rektor II Unsrat) yang memblokir nomor HP atau whatsapp media ini. Padahal dalam UU No. 14 Tahun 2008 telah diatur tentang keterbukaan Informasi publik yang didasari beberapa pertimbangan.
(bil)
Komentar