Difasilitasi Pemdes Sea, Hutan Kolongan Kini Milik Novalien Randang dan Ridel Monginsidi

SEA, SULUTBICARA.com – Status kepemilikan hutan Kolongan yang terletak di Desa Sea, Jaga I, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara kini telah berpindah tangan. Satu-satunya hutan yang tersisa di Desa Sea ini telah menjadi milik Novalien Randang dan Ridel Monginsidi susuai surat over garapan yang difalitasi Pemerintah Desa (Pemdes) Sea tertanggal 24 April 2020.

Surat yang ditanda tangani Hukumtua Royke Sangian dengan saksi John Aomo dan Donan Aomo ini menjelaskan bahwa Novalien Randang menguasai tanah negara dengan luas kurang lebih 3.645 meter persegi. Sedangkan Ridel Monginsidi menguasai tanah negara dengn luas kurang lebih 540 meter persegi.

Meski dalam surat tertulis keterangan over garapan, namun pihak PT BML mengklaim lahan tersebut telah dibeli.

Menariknya, meski hanya berstatus tanah garapan (milik negara), pihak PT BML mengklaim sebagai pemilik tanah dengan memasang papan pemberitahuan di hutan Kolongan.

“Tanah milik Riedel Sanny Monginsidi, luas:540 m2 sesuai jual beli sah dengan pemilik tanah Novelien Randang. Penggunaan tanah jalan dan pos satpam. Dilarang masuk tanpa izin perusahaan. Ancaman pidana (Pasal 167 KUHP), 2 tahun 8 bulan (Pasal 389 KUHP) denda (Pasal 551 KUHP),” tulis papan yang dipasang karyawan PT BML, Rabu 25 Agustus 2021.

Pemasangan papan tersebut, mendapat perhatian Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sea. Tim yang terdiri dari James Kountul, Jenny Sege, Fanny Lasut, Menly Lasut, Linda Dengah dan Egi Kountul ikut mendatangi lokasi tersebut.

“Berani sekali dorang taru tanah? Status tanah itu adalah tanah negara, kalau to itu pengalihan jadi harusnya pemerintah melihat rujukan status jual beli itu over garapan, enak saja,” ujar anggota BPD Fanny Lasut.

Tiga Mantan Hukumtua Sea Bantah Pernyataan Hukumtua Roy Sangian

Sebelumnya, tiga mantan Hukumtua Desa Sea membantah pernyataan Hukumtua Roy Sangian yang menyebut hutan yang telah menjadi milik PT Bangun Minanga Lestari (BML) untuk pembangunan jalan masuk perumahan Griya Sea Lestari 5 adalah perkebunah pisang dan kelapa.

“Kenapa nanti sekarang mengatakan itu bukan hutan? Di lokasi tersebut juga pernah dipasang papan dilarang menebang oleh Dinas Kehutanan, belum lagi beberapa masyarakat yang pernah berurusan dengan pihak kepolisian karena memotong pohon yang telah tumbang dilokasi tersebut. Apa bukti-bukti yang ada belum cukup untuk memastikan lokasi tersebut adalah hutan?,” ujar mantan Hukumtua Jus Hendrik Sasuwuk, belum lama ini.

Senada disampaikan mantan Hukumtua Johan Pontororing. Menurutnya, hutan lindung dan daerah resapan mata air tidak boleh dibongkar.

“Soal penjualan perkebunan oleh masyarakat itu adalah hak mereka, tapi tidak boleh membongkar hutan lindung, apa lagi jika dampaknya sampai ke mata air. Itu bukan hanya masyarakat saat ini yang pakai, tapi anak cucu kita nanti,” terang Pontororing.

Sementara itu, mantan Hukumtua Ronny Tulangouw mengatakan bahwa lokasi perumahan dengan lokasi mata air Kolongan tidak sampai 200 meter. Dibantu beberapa organisasi lingkungan dengan menggunakan alat ukur yang biasa digunakan oleh pemerintah, dia menjelaskan bahwa lokasi perumahan berpotensi menyebabkan mata air Kolongan rusak.

“Jarak mata air hanya 178, 61 meter dari pojok sederetan lubang Ipal perumahan dan 187, 50 meter tegak lurus dengan mata air tepat di patok. Serta 169, 25 meter dari mata air sampai pojok lahan hutan yang digusur untuk pelebaran jalan masuk. Saya pikir narasi 207 meter sengaja dibangun untuk memuluskan pembangunan perumahan tersebut,” jelasnya.

(sbc/*)

Komentar