Pro Kontra Predator Seksual Kini Bisa Dikebiri Kimia

JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak. Peraturan itu menuai kontroversi sejumlah kalangan.

PP Kebiri untuk Predator Seksual ditandatangani Jokowi pada 7 Desember 2020.

“Bahwa untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 81A ayat (4) dan Pasal 82A ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2OL6 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak,” demikian bunyi pertimbangan PP 70/2020 yang dikutip detikcom, Minggu (3/01/2021).

Siapa saja yang bisa dikenakan kebiri dan pemasangan chip? Disebutkan:

– Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak

– Pelaku Tindak Pidana Persetubuhan kepada Anak dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan Seksual Memaksa Anak Melakukan Persetubuhan Dengannya atau dengan Orang Lain (Pelaku persetubuhan).

– Pelaku Tindak Pidana Perbuatan Cabul kepada Anak dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan Seksual, Memaksa, Melakukan Tipu Muslihat, Melakukan Serangkaian Kebohongan, atau Membujuk Anak untuk Melakukan atau Membiarkan Dilakukan Perbuatan Cabul. (Pencabulan).

“Pelaku Anak tidak dapat dikenakan Tindakan Kebiri Kimia dan tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik,” bunyi Pasal 4.

Tindakan kebiri dilakukan paling lama 2 tahun. Tindakan Kebiri Kimia dilakukan melalui tahapan penilaian klinis, kesimpulan, dan pelaksanaan.

Lahirnya PP tersebut disambut pro kontra oleh sejumlah pihak. Ada yang mendukung, dan ada pula yang menentang. Berikut suara mereka:

Komnas Perempuan Menentang Kebiri Kimia

Komnas Perempuan menentang PP Kebiri Kimia untuk Predator Seksual. Ini alasannya.

“Terkait dengan PP untuk pelaksanaan kebiri, Komnas Perempuan seperti halnya sikap awal ketika terhadap PERPPU Nomor 1/2016 tentang Perubahan ke 2 atas UU no 23/2002 tentang Perlindungan Anak disahkan yang kemudian menjadi UU Nomor 17 tahun 2016, menyatakan bahwa Komnas Perempuan menentang pengebirian apapun bentuknya,” kata Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi, kepada wartawan, Minggu (3/1/2021).

Ada sejumlah alasan yang dipaparkan Komnas Perempuan terkait menentang PP tersebut. Alasan pertama yakni karena tujuan pemidanaan adalah untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum, memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna, serta menyelesaikan konflik.

“Pengebirian tidak akan mencapai tujuan tersebut karena kekerasan seksual terhadap anak terjadi karena relasi kuasa yang tidak setara baik karena usianya atau cara pandang pelaku terhadap korban,” ujar Siti.

Alasan kedua adalah karena kekerasan seksual terjadi bukan semata karena libido atau untuk kepuasan seksual. Tetapi, kata Siti, terjadi karena sebagai bentuk penaklukan, ekspresi inferioritas maupun menunjukkan kekuasaan maskulin, kemarahan atau pelampiasan dendam.

“Jadi mengontrol hormon seksual tidaklah menyelesaikan kekerasan seksual,” katanya.

Siti mengatakan pengebirian akan mengubah manusia menjadi aseksual, mengubah identitas dan tidak ada jaminan kembali seperti sedia kala.

Menurutnya, pengebirian melanggar UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia.

Dia meminta agar negara lebih serius dan komprehensif dalam menangani kekerasan seksual. Menurut Siti, ada berbagai cara yang diungkap Siti, mulai dari pencegahan hingga pemberian sanksi melalui rehabilitasi khusus.

KPAI: PP Kebiri Kimia Jadi Dasar Kuat Penegak Hukum Jalankan Vonis

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) berpendapat PP Kebiri Kimia tersebut dapat menjadi dasar yang kuat bagi aparat penegak hukum dalam menjalankan vonis terhadap terpidana kekerasan seksual anak.

“Dengan aturan ini akan menjadi dasar yang lebih kuat bagi aparat penegak hukum dalam menjalankan vonis terhadap pelaksanaan kebiri kimia, pengumuman identitas pelaku dan pemasangan alat pendeteksi elektronik kepada terpidana kekerasan seksual bagi anak,” ujar Komisioner KPAI Putu Elvina, kepada wartawan, Minggu (3/1/2021).

“Beberapa kasus pemberian vonis berupa tindakan kebiri kimia seperti di PN Mojokerto, bisa kita lihat bagaimana penerapannya nanti setelah terpidana selesai menjalani pidana pokoknya,” imbuh Putu.

Menurut Putu, PP tersebut akan mengisi kekosongan hukum atas UU Nomor 17 Tahun 2016 terkait penerapan atau pelaksanaan kebiri kimia.

“Sehingga jaksa tidak akan kebingungan lagi untuk mengeksekusi putusan pengadilan tersebut,” ujarnya.

Golkar: Predator Seksual Anak Harus Dihukum Berat

Partai Golkar menilai predator seksual anak perlu diberi sanksi seberat-beratnya.

“Memang masih ada pihak yang mempersoalkan bahwa belum tentu kebiri kimia ini dapat memberikan efek jera bagi para pelaku, selain soal HAM. Namun tentang pelaku predator seksual anak ini harus diberikan sanksi seberat-beratnya karena tindakannya tersebut berdampak terhadap pertumbuhan dan masa depan seksual anak,” kata Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily kepada wartawan, Senin (4/1/2021).

Ace yakin pemerintah telah mengkaji kebijakan kebiri kimia secara mendalam. Ia pun meyakini kebijakan kebiri kimia dapat mengurangi tindakan kekerasan seksual kepada anak.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI itu menyebut pengesahan PP Nokor 70 Tahun 2020 merupakan upaya pemerintah menghukum predator seksual. Ia juga berharap PP itu dapat menghentikan tindakan kekerasan seksual terhadap anak.

Ada Qonun, KPPA Ragu PP Kebiri Predator Seksual Anak Tak Dipakai di Aceh

Komisi Pengawas dan Perlindungan Anak (KPPA) Aceh ragu aturan itu dapat diterapkan di Tanah Rencong.

“Kami KPPA Aceh mendukung PP tersebut. Karena inti PP bukan sekadar kebiri tapi ada penanganan lain yang sejak awal kami advokasi,” kata Komisioner KPPA Aceh, Firdaus, saat dikonfirmasi wartawan, Senin (4/1/2021).

Beberapa hal yang diadvokasi KPPA Aceh, kata Firdaus, antara lain foto pelaku akan dipublikasi dan pelaku bakal diberi alat pelacak. Namun, dia ragu PP tersebut dapat dijalankan di Aceh.

“Salah satu alasannya karena dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak, aparat penegak hukum di Aceh lebih banyak menggunakan Qanun Jinayat. Sementara Qanun Jinayat belum tentu bisa mengadopsi PP dimaksud,” jelas Firdaus.

“Kami takutkan predator kekerasan seksual terhadap anak malah berlindung di balik Qanun Jinayat supaya tak kena hukuman yang tercantum dalam PP dimaksud,” sambungnya.

(detik.com)

Komentar