Mendikti Saintek Ungkap 4 Kelemahan Lulusan S1 di Indonesia

Headline2433 Dilihat

MANADO – Belum lama ini, beredar di media sosial Menteri Pendidikan Tinggi, Sains Dan Teknologi, Prof Satryo Soemantri Brodjonegoro yang memaparkan 4 kelemahan utama lulusan S1 di Indonesia.

Empat kelemahan lulusan S1 yang diungkapkan Prof Satryo merupakan hasil survei pada 500 CEO perusahaan menengah kecil di 4 pulau, yaitu Jawa, Sumatera, Kalimantan, Dan Sulawesi pada 2015 lalu.

Berikut penjelahan tersebut:

TIDAK BISA MEMBACA

Membaca yang dimaksud di sini bukan mengeja, melainkan kemampuan memahami, menganalisis, menafsir, dan mengidentifikasi substansi dari setiap paragraf yang dibaca.

KEMAMPUAN MENULIS RENDAH

Menulis bukan hanya sekedar mencatat. Karena sebenarnya, menulis adalah sebuah proses ekplorasi yang membuat individu mengembangkan dan mengasah ide dalam pikiranya.

ETOS KERJA (WORK HABIT) YANG BURUK

Etos kerja yang rendah artinya mencerminkan bagaimana sikap dan kebiasaan yang kurang profesional dalam lingkungan kerja, misalnya kurang motivasi dan disiplin, menunda tugas yang harus diselesaikan dan yang lainnya.

KURANGNYA KEMAMPUAN DALAM BERKOMUNIKASI

Menurut para CEO, lulusan S1 di Indonesia memiliki kemampuan membangun komunikasi efektif yang lemah. Padahal, kemampuan komunikasi efektif sangatlah berperan penting dalam segala aspek kehidupan.

Sebelumnya, pada tahun 2022, mantan mendikbudristek, Nadiem Makarim juga sempat mengungkapkan kalau 8 dari 10 perusahaan di Indonesia mengaku sulit mendapatkan lulusan siap kerja. Menurutnya ini merupakan masalah yang besar.

“Isu utamanya yang mereka hadapi saat melakukan rekrutmen adalah sulut sekali mendapatkan lulusan yang siap kerja, anak-anak yang banyak belum punya pengalaman, yang relevan ke industry, pengalaman bekerja, pengealaman mengerjakan Project Based Learning,” ungkap Nadiem.

Menanggapi hal itu, Pengamat Pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesias (UPI) Prof Cecep Darmawan mengatakan, data yang diucapkan Prof Satryo harus dilihat secara keseluruhan penyebabnya. Sebab, kata dia, masalah tersebut bisa terjadi bukan karena pembelajaran dari kampus tetapi dari juga dari pembelajaran di jenjang sebelumnya.

“Jadi itu (hasil pendidikan S1) kan satu rangkaian yang enggak putus, sejenjang pendidikan itu,” kata Prof. Cecep, Selasa (7/1/2024).

Ada pengaruh pada lulusan sarjann era Covid-19

Menurut Prof Cecep kemampuan belajar di perguruan tinggi juga erat dengan hasil pendidikan dasar dan menengah. Utamanya pembelajaran di tingkat dasar. Apabila pembelajaran sudah maksimal, maka hasil lulusan ditingkat akhir atau perguruan tinggi juga akan menjadi lebih baik.

“Sangat penting (pembelajaran tingkat dasar). Karena pada jenjang dasar diajarkan di sana berhitung hingga literasi,” ujarnya. Selain itu, lanjut Prof Cecep perlu juga dilihat apakah lulusan S1 yang disebut oleh Prof Satryo itu adalah lulusan saat masa pandemi Covid-19.

Mengingat pandemi Covid-19 banyak menurunkan kemampuan belajar dan semangat bekerja para lulusan sarjana.

“Itu (lulusan) era Covid enggak, gitu. Kalau era Covid berarti ada pengaruh dari situ,” ungkapnya.

Oleh karena itu, Prof Cecep menilai perlu ada riset mendalam terkait ucapan Prof Satryo soal kelemahan lulusan S1 di Indonesia.

Sehingga, nantinya akan tergambar kondisi lulusan S1 yang sebenarnya dan bisa dijadikan bahan evaluasi pemerintah untuk memperbaiki kualitas lulusan.

“Jadi, lebih baik menurut saya adakan riset secara komprehensif. Nah, hasil riset itu menjadi feedback untuk perbaikan, ya, diperluan tinggi, baik dari pembelajarannya, kurikulumnya, dan lain-lainnya,” pungkas Prof Cecep.

(sbc/kompas)

Komentar