Direktur Manajemen Pembangkitan PLN, Rizal Marimbo, Paparkan Strategi Transisi Energi di Unsrat

Daerah488 Dilihat

UPAYA Indonesia dalam mewujudkan Net Zero Emission (NZE) 2060 semakin dipertegas melalui peran sentral PT PLN (Persero). Hal ini menjadi pokok bahasan utama dalam Kuliah Umum bertajuk Menggali Potensi Diri Menuju Kesuksesan Kelistrikan Sulawesi Utara, yang disampaikan oleh Direktur Manajemen Pembangkitan PT PLN (Persero), Rizal Calvary Marimbo, di Auditorium Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi (Unsrat).

Acara yang dipadati oleh lebih dari 200 peserta, termasuk dosen dan mahasiswa Fakultas Teknik—terutama dari Program Studi Teknik Elektro—ini menggarisbawahi komitmen PLN untuk melibatkan dunia akademik dalam transformasi energi nasional.

Dalam pemaparannya, Rizal Calvary Marimbo menegaskan bahwa Indonesia, dengan kekayaan sumber daya Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang melimpah, memegang peran penting dalam menghadapi krisis iklim global. Sebagai respons, PLN telah menyusun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 yang disebut sebagai “Beyond the Greenest RUPTL.”

“Ini merupakan torehan sejarah RUPTL karena akan meutilisasi EBT secara massif untuk melayani demand,” ungkap Rizal.

RUPTL terbaru ini mencerminkan komitmen ambisius PLN terhadap energi hijau. Total Penambahan Kapasitas Pembangkit: 69,5 GW; Porsi Pembangkit EBT: 76% atau sebesar 53 GW;.

Rizal merinci dominasi pembangkit EBT yang akan diimplementasikan. PLTS 17 GW; PLTA 12 GW; PLTB 7 GW; PLTP 5 GW.

Meski memiliki rencana yang ambisius, Rizal tidak menampik adanya tantangan besar dalam menjalankan RUPTL ini sebagai bagian dari peta jalan Net Zero Emission 2060. Tantangan utama yang disoroti adalah Trilema Energi dan masalah keseimbangan lokasi.

Trilema Energi

Transisi energi adalah langkah yang tidak bisa ditawar lagi, namun PLN harus merancang RUPTL dengan perhitungan yang matang untuk menyeimbangkan tiga aspek krusial, yakni keandalan pasokan, keterjangkauan tarif, menjaga agar tarif listrik tetap terjangkau oleh masyarakat, keberlanjutan lingkungan, mewujudkan penggunaan energi yang bersih dan ramah lingkungan.

“Ketiga aspek ini harus berjalan seiring, tidak boleh hanya fokus pada salah satunya,” tegas Rizal, menekankan pentingnya solusi yang holistik.

Tantangan Mismatch Lokasi EBT

Tantangan teknis terbesar adalah terjadinya miss match antara lokasi potensi sumber EBT dengan pusat-pusat demand atau konsumsi listrik. Sumber-sumber EBT, seperti panas bumi, surya, atau air, umumnya berada di kawasan rural area. Pusat-pusat konsumsi listrik seperti industri, mal, dan hotel, terkonsentrasi di kawasan perkotaan.

Solusi untuk tantangan ini memerlukan pembangunan infrastruktur transmisi yang ekstensif dan inovasi teknologi jaringan listrik.

Kuliah umum ini juga memperkuat komitmen PLN untuk berbagi wawasan dan membina kemitraan dengan dunia akademik.

Dr. Ir. Judy Waani, Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kerjasama Fakultas Teknik, menyambut baik inisiatif ini, menegaskan pentingnya keterlibatan kampus dalam mendukung transformasi energi.

“Kesempatan ini sangat berharga bagi kami lebih khusus untuk mahasiswa dalam menimbah ilmu, dan juga untuk dosen yang biasanya kuliah hanya di dalam ruangan saat ini kami juga mendapatkan informasi dan ilmu langsung dari orang-orang profesional di bidangnya,” ujar Judy Waani.

Senada dengan hal tersebut, General Manager PLN Unit Induk Distribusi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Gorontalo, Usman Bangun, menekankan bahwa kuliah umum ini adalah bagian dari komitmen PLN untuk menjadikan mahasiswa sebagai agen perubahan.

“PLN ingin mahasiswa tidak hanya mendengar isu transisi energi dari luar, tetapi langsung dari sumbernya. Dengan begitu, mereka bisa menjadi agen perubahan di tengah masyarakat,” tutup Usman.

Diharapkan, kuliah umum ini mampu membuka wawasan mahasiswa Unsrat mengenai tantangan dan peluang sektor energi, sekaligus memperkuat kerja sama strategis antara perguruan tinggi dan industri dalam mendorong tercapainya transisi energi berkelanjutan di Indonesia.

(sbc)

Komentar