Katakan Alkitab Palsu, Ternyata Gelar Ustaz pada Yahya Waloni Tak Diakui MUI

JAKARTA, SULUTBICARA.com – Ustaz Yahya Waloni kini sudah ditetapkan jadi tersangka dalam kasus dugaan penodaan agama. Yahya Waloni sebelumnya ditangkap di rumahnya di kawasan Cibubur, Jakarta Timur, Jumat (27/08/2021).

Sosoknya yang sering ceplas-ceplos ternyata membuat Yahya Waloni tersandung kasus terkait kitab suci Injil (Alkitab) yang dianggap palsu.

Usai dirinya ditetapkan jadi tersangka, Pihak Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhirnya angkat bicara dan memutuskan jika tak mengakui gelar Ustaz pada Yahya Waloni.

Hal itu dibenarkan oleh Ketua MUI Cholil Nafis, ia ungkapkan jika Yahya belum bisa digolongkan sebagai Ustaz karena ilmunya masih relatif kurang.

Nafis pun menyebut jika gelar Ustaz ternyata tidak boleh diberikan kepada sembarang orang, di Timur Tengah, status ini pun hanya boleh diberikan kepada guru yang pernah belajar agama di universitas.

“Ini gampangnya saja orang disebut ustaz. Kalau di Timur tengah, ustadznya sekelas profesor. Di sini, orang sering ke masjid lalu jadi takmir masjid, sudah jadi ustadz, Jadi, ya downgrade lah” ucap Nafis

Nafis pun berpesan, untuk para mualaf, tolong jangan pernah untuk mencibir agama yang pernah dipeluknya.

“Ini yang sering saya sampaikan bagi teman-teman yang baru jadi mualaf, sampaikan yang tahu, yang pasti benarnya. Yang kemudian, jangan menjelekkan agama yang pernah dipeluknya,” tutur Cholil Nafis, dikutip dari YouTube TVOneNews. 

MUI juga ternyata memiliki kriteria sendiri untuk memastikan penceramah layak disebut ustaz atau tidak.

Bicara soal gelar Ustaz pada Yahya Waloni, MUI pastikan ia bukan tergolong dalam kriteria Ustaz yang sudah ditetapkan.

“Kalau itu (Yahya Waloni) bukan ustaz berstandar MUI. Kalau di luar disebut ustaz sangat luas tentang terminologi ustaz,” tegasnya.

Cholil juga menyarankan, ketimbang mengundang penceramah yang gemar memaki-maki agama lain, bakal lebih baik jika masjid atau kelompok masyarakat mengundang penceramah yang menyejukkan hati.

Untuk diketahui, Yahya dijerat dengan pasal berlapis mulai dari Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait ujaran kebencian hingga pasal penodaan agama.

Pasal-pasal tersebut antara lain Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45a ayat (2) UU ITE serta Pasal 156a KUHP.

“Yang bersangkutan dilaporkan karena telah melakukan satu tindak pidana yaitu berupa ujaran kebencian berdasarkan SARA dan juga penodaan terhadap agama tertentu,” kata Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono

Rusdi membenarkan perkara Yahya ini berdasarkan laporan polisi yang teregister dalam nomor LP/B/0287/IV/2021/BARESKRIM. Laporan itu dibuat oleh Komunitas Masyarakat Cinta Pluralisme pada 27 April 2021 lalu.

(poskota)

Komentar