AIPI Sebut Putusan PN Jakpus Aneh dan Menimbulkan Kegaduhan

Nasional504 Dilihat

JAKARTA, SULUTBICARA.com – Dua dari Tujuh poin amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait putusan penundaan pemilu 2024 dinilai Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) aneh dan menggemparkan publik.

Dua poin amar putusan penundaan pemilu Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 757/Pdt.G/2022/PN.Jkt.Pst yaitu, Pertama menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari. Kedua, menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad).

KPU Akan Tetap Melanjutkan Penyelenggaraan Pemilu 2024, Ini DasarnyaHindari Pungli dan Tingkatkan Ketertiban Berkendara, Polri Kuatkan Sistem ETLEICMI Berkomitmen Bangun Desa dengan SDM Unggul

“Imbas dari putusan tersebut adalah kegaduhan yang terjadi di masyarakat mengingat saat ini tahapan pemilu 2024 sudah berjalan sejak 14 juni 2022,” kata Ketua Umum Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Dr. H. Alfitra Salamm, APU dalam keterangan tertulisnya yang dikirim kepada sulutbicara.com, Sabtu (4/3/2023).

Memanggapi 2 poin putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut, AIPI yang merupakan wadah perkumpulan para ahli-ahli peneliti dan pengajar ilmu politik menyampaikan beberapa pandangan diantaranya:

1) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak memiliki kewenangan hukum untuk menguji produk-produk pejabat tata usaha negara. Adapun yang berwenang adalah Pengadilan Tata Usaha Negera (PTUN).

2) Putusan yang dikeluarkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat adalah putusan yang menyimpang karena diluar aturan undang-undang Pemilu. Karena undang-undang Pemilu menegaskan bahwa ujung dari penanganan sengketa proses pemilu menjadi kewenangan PTUN yang terlebih dahulu harus melewati sengketa proses Pemilu di jajaran Bawaslu.

“Kami melihat bahwa putusan yang dikeluarkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat adalah putusan yang aneh dan hanya membuat kegaduhan di publik,” ujarnya.

“Ayo bersama-sama kawal KPU untuk melawan dengan tegas putusan Pengadilan Jakarta Pusat dengan mengajukan upaya hukum berikutnya ke Pengadilan Tinggi,” tambahnya.

Selain itu, Alfitra menambahkan, penyelenggaraan Pemilu disetiap 5 tahun merupakan amanah konstitusi yang jelas tertuang dalam Pasal 22e ayat 1 UUD 1945. Hal itu pun dipertegas dengan Pasal 167 Ayat 1 UU 7/2017 bahwa Pemilu diselenggarakan setiap 5 tahun sekali.

“Kompetensi tiga sosok hakim PN Jakpus patut ditelusuri, mereka jelas-jelas tidak berwenang untuk menguji sengketa administrasi pemilu, namun mereka membuat putusan yang menimbulkan kegaduhan di publik,” pungkasnya.

Diketahui, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 8 Maret 2023 kemarin telah membacakan putusan perkara Nomor 757/Pdt.G/2022/PN.Jkt.Pst gugatan yang diajukan Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) pada 8 Desember 2022 dengan Tengku Oyong sebagai Hakim Ketua serta Bakri dan Dominggus Silaban sebagai Hakim Anggota.

(sbc)

Komentar