Siswa Non-Muslim di SMKN 2 Padang Mulai Lepaskan Jilbab

SULUTBICARA.com – Sebagian siswa perempuan non-Muslim di SMK Negeri 2 Padang, Sumatera Barat, mulai tidak berjilbab saat ke sekolah. Mereka sekarang percaya diri tanpa jilbab ke sekolah karena adanya instruksi tegas dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bahwa tidak boleh ada pemaksaan penggunaan jilbab, terutama bagi siswa non-Muslim.

Pantauan Kompas di SMK Negeri 2 Padang, Selasa (26/1/2021), setidaknya lima siswa perempuan non-Muslim yang mendapat giliran belajar tatap muka di beberapa kelas tidak lagi berjilbab. Mereka tidak terlihat canggung dan berinteraksi seperti biasa saat belajar di antara teman-teman mereka yang beragama Islam.

Elisabeth Angelina Zega, siswa kelas XII SMK Negeri 2 Padang, mengatakan, ia bersyukur bisa datang ke sekolah tanpa jilbab. Dengan tidak berjilbab, Angelina merasa lebih nyaman dan bisa menunjukkan identitas aslinya sebagai umat Kristen. Selama ini, siswa jurusan akuntansi itu kerap dianggap Islam oleh orang lain karena mengenakan jilbab.

”Ada aturan dari pemerintah, langsung dari Menteri (Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim), bahwa diizinkan non-Muslim tidak pakai jilbab di sekolah. Jadi, sekarang saya lebih memilih tidak memakai jilbab,” kata Angelina.

Angelina mengatakan tidak risi meskipun penampilannya sekarang berbeda dengan sebagian besar teman perempuan sekelasnya. Teman-temannya juga tidak memperlakukannya berbeda setelah Angelina memilih melepaskan jilbab. ”Mereka tetap bersahabat dan bersikap baik dengan saya,” ujar Angelina.

Hal senada diungkapkan Novi Kurnia Wati Zalukhu, siswa kelas XII SMK Negeri 2 Padang di kelas lainnya. Novi mengatakan, dengan adanya tuntutan dari ayah Jeni Cahyani Hia agar siswa non-Muslim diizinkan tidak berjilbab, ia dan beberapa temannya berani dan sepakat tidak mengenakan jilbab ke sekolah mulai Selasa ini.

”Saya merasa lebih baik tidak berjilbab. Harapannya untuk seterusnya bisa tidak memakai jilbab ke sekolah. Dari dulu memang ingin tidak pakai jilbab. Namun, saat itu, belum ada aturan tegas. Makanya, saya tetap pakai jilbab,” kata Novi.

Karena pertama kali tidak mengenakan jilbab di sekolah dan penampilannya berbeda dari sebagian besar teman sekelasnya, Novi awalnya merasa canggung. Teman-temannya juga agak terkejut dengan penampilan barunya. Walakin, Novi dan teman-temannya perlahan terbiasa. Perlakuan teman-teman terhadap Novi juga tidak berubah.

Novi pun berharap semua sekolah bisa memberikan aturan tegas bahwa siswa non-Muslim boleh tidak berjilbab ketika sekolah. ”Saya berharap semoga peraturan di SMK Negeri 2 Padang dan sekolah lainnya menghormati HAM orang Kristen,” ujar Novi.

Hanna Azhara, siswa beragama Islam teman sekelas Angelina, mengatakan, ia menghormati keputusan temannya untuk tidak mengenakan jilbab. Hanna merasa biasa saja meskipun awalnya agak terkejut dengan penampilan baru Angelina yang melepas jilbab setelah hampir tiga tahun sekolah di sana.

”Kami semakin dekat, seperti keluarga. Sikap saya tidak akan berubah. Saya menghormati keputusan mereka,” kata Hanna.

Ia berharap aturan tegas bahwa siswa non-Muslim boleh tidak berjilbab diterapkan menyeluruh, termasuk di sekolahnya.

Namun, di SMA 16 Padang, Lili Selvia Agustina Hia, siswa kelas XII, mengatakan, Selasa ini ia masih berjilbab ke sekolah. Sebab, belum ada aturan yang tegas dari sekolah bahwa siswa perempuan non-Muslim boleh tidak berjilbab.

”Saya mau tidak pakai jilbab kalau ada imbauan dari kepala sekolah atau jajarannya,” kata Agustina, siswa jurusan IPA itu. Ia berharap aturan tegas bahwa siswa non-Muslim boleh tidak berjilbab diterapkan menyeluruh, termasuk di sekolahnya.

Kepala SMK Negeri 2 Padang Rusmadi mengatakan, ada sekitar lima siswa non-Muslim di sekolahnya yang sudah tidak berjilbab ke sekolah. Sekolah membebaskan siswa non-Muslim untuk memilih berjilbab atau tidak berjilbab ke sekolah. Di SMK Negeri 2 Padang terdapat 46 siswa non-Muslim, 23 orang di antaranya perempuan.

Menurut Rusmadi, sekolah sudah merevisi tata tertib sekolah, tinggal menunggu tanda tangan dari Kepala Dinas Pendidikan Sumbar sebagai pihak yang mengetahui perubahan ini. Dalam aturan terbaru, ada penegasan bahwa pakaian Muslim hanya wajib bagi siswa beragama Islam, sedangkan bagi siswa non-Muslim menyesuaikan.

”Pada tata tertib sebelumnya, tidak ada menambahkan kata-kata, siswa non-Muslim menyesuaikan (boleh pakai jilbab, boleh tidak). Itu kami tambahkan pada tata tertib yang direvisi. Tinggal menunggu tanda tangan mengetahui dari Kepala Disdik Sumbar,” kata Rusmadi.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan Sumbar Adib Alfikri mengatakan, dinas segera mengirimkan surat edaran kepada kepala sekolah SMA/SMK, yang dikelola provinsi. Melalui surat edaran itu, dinas meminta sekolah untuk mengkaji ulang aturan-aturan yang berpontensi memunculkan intoleransi. Sementara untuk SD dan SMP yang dikelola kabupaten/kota, Adib akan berkoordinasi dengan kepala disdik kabupaten/kota terkait aturan ini.

Kasus siswa non-Muslim di Padang mengenakan jilbab viral di media sosial. Jeni Cahyani Hia, siswa kelas X SMK Negeri 2 Padang Jurusan Otomatisasi Tata Kelola Perkantoran, beberapa kali dipanggil guru jurusan dan guru bimbingan konseling (BK) karena tidak mengenakan jilbab. Pada Kamis (21/1/2021), ayah Jeni, Elianu Hia, dipanggil wakil kepala sekolah bidang kesiswaan.

Pada kesempatan itu, Elianu dan Jeni diminta menandatangani surat pernyataan bahwa Jeni menolak mengenakan jilbab. Dalam surat pernyataan itu, juga disebutkan bahwa mereka bersedia melanjutkan masalah tersebut dan menunggu keputusan dari pejabat yang lebih berwenang.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dalam rekaman video yang diunggah di akun Instagram pribadinya, Minggu (24/1/2021), mengatakan, peristiwa yang terjadi di SMK Negeri 2 Padang merupakan bentuk intoleransi atas keberagaman yang bukan hanya melanggar undang-undang, melainkan juga melanggar nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Untuk itu, pemerintah tak akan menoleransi guru dan kepala sekolah yang melakukan pelanggaran dalam bentuk intoleransi tersebut.

Dalam kasus SMK Negeri 2 Padang, ada pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Permendikbud No 45/2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Kemendikbud telah meminta pemerintah daerah segera memberikan sanksi tegas atas pelanggaran disiplin bagi semua pihak yang terbukti terlibat, termasuk kemungkinan pembebasan dari jabatan. ”Sebagai tindakan konstruktif, dalam waktu dekat kami akan mengeluarkan surat edaran dan membuka hotline khusus pengaduan untuk menghindari pelanggaran serupa,” kata Nadiem.

Adapun Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud Wikan Sakarinto, dalam siaran pers Kemendikbud, Sabtu (23/1), menyatakan, sekolah tidak boleh membuat peraturan atau imbauan bagi peserta didik untuk mengenakan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah. Sekolah juga tidak boleh melarang jika siswa mengenakan seragam sekolah dengan model pakaian kekhususan agama tertentu.

(kompas.id)

Komentar