MANADO – Setelah perbincangan kasus dugaan pungutan liar (Pungli) yang disinyalir dilakukan kepada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unsrat pada program pendidikan dokter spesialis (PPDS), kini dugaan kasus sejenis juga terungkap.
Sejumlah dosen mengatakan, pihak pimpinan Fakultas Kedokteran Unsrat mewajibkan dosen dan pegawai membayar sejumlah uang untuk iuan duka. Padahal pungutan itu tidak untuk kegiatan yang masuk dalam kategori akademik.
“Pemotongan gaji dosen dan pegawai tanpa persetujuan yang bersangkutan. Setelah diprotes, baru Dekan buru-buru buat surat,” ungkap sejumlah dosen yang meminta nama mereka tidak diberitakan, Selasa (02/07/2024).
Menurutnya, pemotongan telah berlangsung selama tiga bulan, namun baru dikembalikan satu bulan.
Lanjut dikatakan, bahwa rapat Senat, Jumat Minggu lalu, para dosen merasa aneh karena yang bersikeras dilakukan pemotongan adalah suami dari Dekan Fakultas Kedokteran yang merupakan Ketua Senat Unsrat.
“Dengan alasan untuk dana duka. Padahal belum ada orang yang meninggal. Pemotongan uang disekitar Rp.17.500 sampai Rp.45.000, tergantung golongan,” jelasnya.
Ditambahkan, bahwa waktu terjadi duka, uang yang terkumpul berjumlah belasan juta. Namun menurut mereka yang diserahkan pimpinan Fakultas Kedokteran Unsrat hanya Rp.2.500.000.
“Semua dosen berharap ada tindakan tegas dari hasil pemeriksaan Itjen Kemendikburistek yang telah berulang kali memeriksa pimpinan Fakultas Kedokteran Unsrat,” tegasnya.
Dekan Fakultas Kedokteran Unsrat, Nova Kapantow tak memberikan jawaban saat Sulutbicara mencoba mengklarifikasi berita ini. Hal yang sama dia lakukan saat sebelumnya coba dimintai penjelasan soal gelar guru besar miliknya yang diduga bermasalah.
Diketahui, dalam hal pungli yang dilakukan di lingkungan kampus atau lembaga pendidikan, pungutan liar tentu merupakan hal yang dilarang, karena pungutan yang diatur dalam Pasal 11 Permendikbud No. 44/2012 ditentukan bahwa pungutan biaya pendidikan tidak boleh dikaitkan dengan penerimaan, penilaian hasil belajar, kelulusan peserta didik, dan/atau digunakan untuk kesejahteraan komite sekolah atau lembaga representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan baik langsung maupun tidak langsung.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pungli merupakan kejahatan jabatan, sesuai dengan ketentuan Pasal 12 huruf e yaitu “Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000.- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000.- (satu milyar rupiah) Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.”
Menurut Pasal 368 KUHP, “Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan untuk memberikan suatu barang, yang seluruh atau sebagiannya adalah milik orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”
(sbc)
Komentar