KTNA Sulut: Reklamasi Pesisir Pantai Manado Jangan Lupakan Dampak Sosial dan Lingkungan

Headline8742 Dilihat

MANADO – Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sulut menegaskan reklamasi pesisir Pantai Manado harus memenuhi aturan Undang-Undang, menghitung dampak sosial dan tetap menjaga lingkungan dari kerusakan.

Pengurus KTNA Sulut, Deany Keintjem tidak menutup mata adanya potensi reklamasi dimanfaatkan jadi ‘lahan basah’ bagi pengusaha dan pihak pemerintah karena memang menguntungkan. Meski demikian, wilayah pesisir Pantai Manado seharusnya tidak ditutupi dan dapat diakses publik.

“Reklamasi kita tidak mendukung tapi kalau sudah terjadi harus memenuhi tiga kriteria itu, dia harus memenuhi undang-undang, memperhatikan dampak sosial dan pertimbangan lingkungan harus jalan,” imbuh Keintjem kepada media ini, Selasa (02/07/2024).

Sekretaris Jenderal Ormas Adat Brigade Manguni Nusantara (BMN) ini juga menegaskan bahwa reklamasi tak selalu buruk, namun dia melihat pesisir Pantai Manado sebagai ekosistem laut yang sehat.

“Di situ kan tempat mencari nafkah para nelayan, tempat ikan bertelur, jadi kita memutus mata rantai. Sumber daya lautnya ada di situ, kenapa harus diuruk?” kata Keintjem yang diketahui sebagai pembina beberapa kelompok Tani UKM dan Nelayan di Provinsi Sulut ini.

Menurutnya, kebijakan tersebut juga berpengaruh terhadap kondisi lingkungan sosial. Untuk itu Keintjem mengusulkan agar nantinya kebijakan reklamasi pesisir Pantai Manado lebih mengakomodasi kepentingan masyarakat.

“Jika perlu dibuat kebijakan lingkungan pesisir Kota Manado dalam bentuk Peraturan Daerah, yang tidak hanya mementingkan pengusaha, akan tetapi juga masyarakat,” jelas Ketua KTNA Minsel ini.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, (KKP) Victor Gustaaf Manoppo, menanggapi penolakan masyarakat terhadap proyek reklamasi di pesisir Teluk Manado, Sulawesi Utara. Penimbunan pesisir pantai itu ditolak karena dinilai merampas ruang hidup warga terutama kelompok nelayan.

Reklamasi yang mendapatkan penolakan dari berbagai kelompok masyarakat, itu dikerjakan oleh PT Manado Perkasa Utara. Izin penimbunan kawasan pesisir pantai itu dikeluarkan oleh KKP. Victor mengatakan, reklamasi itu awalnya sudah diberikan izin oleh pemerintah daerah setempat sejak 2019.

Menurut Victor, izin dari pemerintah daerah Sulawesi Utara itu dilanjutkan oleh KKP. “Cuma karena perubahan regulasi, izin reklamasi harus dari pusat, ya (kami) lanjutkan sekarang,” kata Victor, saat dikutip Tempo.co Selasa malam, 25 Juni 2024.

Yang dimaksud Victor perihal izin dari pusat merujuk pada Undang-Undang tentang Cipta Kerja. UU Nomor 11 Tahun 2022 itu memberikan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut kepada perusahaan. Izin KKP kepada Manado Perkasa Utara diterbitkan pada 17 Juni 2022.

Proyek reklamasi ini berada di kawasan Pantai Karangria, Kota Manado, Sulawesi Utara. Reklamasi dilakukan pada lahan seluas 90 hektare dan kedalaman pasir laut yang akan ditimbun mencapai 25 meter. Dalam surat izin KKP ini, tertulis perizinan reklamasi itu bertujuan untuk pembangunan pusat bisnis dan pariwisata.

Victor mengatakan, perizinan kepada perusahaan yang akan menimbun pantai di utara Manado, itu dikeluarkan sejak lama oleh pemerintah setempat. Berdasarkan perintah UU Cipta Kerja, izin itu kembali dikeluarkan oleh KKP.

Soal dampak ekologi yang kini menjadi sasaran penolakan warga, menurut Victor, sudah diteliti oleh peneliti.

Peneliti yang dimaksud oleh Victor adalah akademisi dari Universitas Sam Ratulangi di Sulawesi Utara. Soal dampak ekologi, itu sudah diteliti para akademisi tersebut. Setelah hasil penelitian perihal dampak ekologi dikeluarkan, baru KKP mengeluarkan izin.

“Itu atas pertimbangan teman-teman dari Universitas Sam Ratulangi, ikut melihat itu. Maka (syarat perizinan) itu sampai di depan kita,” tutur Victor.

(sbc/tempo)

Komentar